Selasa, 13 Maret 2012

KESEHATAN MENTAL DAN PENYESUAIAN DIRI

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar belakang

Kalau kita perhatikan orang-orang dalam kehidupan sehari-hari, akan terlihat bermacam-macam hal yang terjadi dikalanggan masyarakat tersebut. Ada yang kelihatannya selalu gembira, walau apapun yang dihadapinya. Sebaliknya ada pula yang sering mengeluh dan bersedih hati, tidak cocok dengan orang lain dan pekerjaannya.

Disamping itu ada pula orang yang dalam hidupnya suka mengganggu orang lain, suka mengadu domba, menfitnah, menyeleweng,menganiaya,menipu dan sebagainya. Gejala-gejala yang menggelisahkan masyarakat itulah yang mmendorong para ahli jiwa untuk berusaha menyelidiki apa yang menyebabkan tingkah laku orang berbeda-beda, kendatipun kondisinya sama. Usaha ini menumbuhkan satu cabang termuda dari ilmu jiwa yaitu kesehatan mental. Dan dalam mempelajari kesehatan mental terdapat penyesuaian diri antara diri sendiri dengan diri nya sendiri, maupun diri sendiri dengan orang lain ataupun lingkungan.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Apa pengertian kesehatan mental dan penyesuaian diri?

2. Bagaimana pengaruh kesehatan mental terhadap penyesuaian diri?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan Mental dan Penyesuaian diri

v Kesehatan Mental

Kesehatan mental (Mental Hygine) adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan, serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan rohani. Orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dalam rohani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman dan tenteram.

Menurut H.C. Witherington, permasalahan kesehatan mental menyangkut pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat lapangan psikologi, kedokteran, psikiatri, biologi, sosiologi dan agama. Dalam ilmu kedokteran dikenal istilah psikomatik (kejiwabadanan). Dimaksudkan dengan istilah tersebut adalah untuk menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang erat antara jiwa dan badan. Jika jiwa berada dalam kondisi yang kurang normal seperti susah, cemas, gelisah dan sebagainya, maka badan turut menderita.[1]

Kesehatan mental sangat mempengaruhi kesehatan tubuh seseorang. Seperti yang telah dinyatakan oleh para ahli bahwa ketika jiwa atau mental seseorang terganggu maka bagian tubuh seseorang akan terganggu juga. Misalnya saja ketika seseorang mengalami kesedihan yang sangat sehingga mengalami depresi, maka terkadang kepalanya akan terasa pusing dan sakit yang kemudian menyebabkan seseorang itu pingsan dan tidak sadarkan diri. Contoh lain seorang ibu hamil harus tetap menjaga kestabilan jiwanya karena bisa mempengaruhi kesehatan tubuh dan janin yang dikandungnya.

Beberapa temuan di bidang kedokteran dijumpai sejumlah kasus yang membuktikan adanya hubungan tersebut. Jiwa (psyche) dan badan (soma). Orang yang merasa takut, langsung kehilangan nafsu makan, atau buang-buang air, atau dalam keadaan kesal dan jengkel, perut seseorang terasa menjadi kembung. Dan istilah “makan hati berulam jantung” merupakan cerminan tentang adanya hubungan antara jiwa dan badan sebagai hubungan timbal balik, jiwa sehat badan segar dan badan sehat jiwa normal.

Sejak berkembangnya psikoanalisis yang diperkenalkan oleh Dr. Breur dan S. Freud orang mulai mengenal pengobatan dengan hipnotheria, yaitu pengobatan dengan cara hipnotis. Dan kemudian dikenal pula adanya istilah psikoterapi atau autotherapia (penyembuhan diri sendiri) yang dilakukan tanpa menggunakan bantuan obat-obatan biasa. Sesuai dengan istilahnya, maka psikoterapi dan autotherapia digunakan untuk menyembuhkan pasien yang menderita penyakit gangguan rohani (jiwa). Dalam usaha penyembuhan itu digunakan cara penyembuhan sendiri usaha dilakukan untuk mengobati pasien yang menderita penyakit seperti ini, dalam kasus-kasus tertentu biasanya dihubungkan dengan aspek keyakinan masing-masing.

Sejumlah kasus yang menunjukkan adanya hubungan antara faktor keyakinan dengan kesehatan jiwa atau mental tampaknya sudah disadari para ilmuan beberapa abad yang lalu. Misalnya pernyataan Carel Gustay Jung “diantara pasien saya setengah baya, tidak seorangpun yang penyebab penyakit kejiwaannya tidak dilatar belakangi oleh aspek agama”.

Aspek agama juga sangat berpengaruh dalam kesehatan jiwa seseorang, kebanyakan orang yang mengalami gangguan pada jiwanya disebabkan karena keyakinan terhadap Tuhan atau aspek keagamaannya kurang. Biasanya seseorang yang tidak mempunyai keyakinan atau agama, ketika seseorang itu mengalami musibah atau peristiwa yang tidak menyenangkan hatinya maka jiwanya akan mudah tergoncang karena dia tidak mempunyai sandaran dan pedoman dalam hidupnya, sehingga untuk mengobatinya pun harus melewati terapi keagamaan pula.[2]

v Penyesuaian Diri

Menurut Kartono, penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga permusuhan, kemarahan, depresi, dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis. Hariyadi, dkk (2003) menyatakan penyesuaian diri adalah kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan atau dapat pula mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan atau keinginan diri sendiri[3].

Ali dan Asrori juga menyatakan bahwa penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada[4].

Sebelumnya Scheneiders, juga menjelaskan penyesuaian diri sebagai suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik secara sukses serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup[5].

Hurlock (dalam Gunarsa, 2003) memberikan perumusan tentang penyesuaian diri secara lebih umum, yaitu bilamana seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap orang lain secara umum ataupun terhadap kelompoknya, dan ia memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang menyenangkan berarti ia diterima oleh kelompok atau lingkungannya. Dengan perkataan lain, orang itu mampu menyesuaikan sendiri dengan baik terhadap lingkungannya.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah proses mengubah diri sesuai dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi dan konflik sehingga tercapainya keharmonisan pada diri sendiri serta lingkungannya dan akhirnya dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya.


Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang normal, yang baik, apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma agama. Penyesuaian yang normal ini memiliki karakteristik sebagai berikut (Schneiders, 1964: 2740276)

  1. Absence of excessive emotionality (terhindar dari ekspresi emosi yang berlebihan, merugikan, tidak mampu mengontrol diri)
  2. Absence of psychological mechanisme (terhindar dari mekanisme-mekanisme psikologis, seperti rasionalisasi, agresi, kompensasi, dsb)
  3. Absence of the sense of personal frustration (terhindar dari perasaan frustasi atau kecewa karena tidak terpenuhinya kebutuhannya)
  4. Rational deliberation and self-direction (memiliki pertimbangan rasional, yaitu mampu memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang matang dan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil)
  5. Ability to learn (mampu belajar, mampu mengembangkan dirinya dalam upaya memenuhi kebutuhan atau mengatasi masalah)
  6. Utilization of past experience (mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu, bercermin ke masa lalu baik yang terkait dengan keberhasilan maupun kegagalan untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih baik)
  7. Realistic, objective attitude (mampu menerima kenyataan yang dihadapi secara wajar, mampu menghindari, merespon situasi atau masalah secara rasional, tidak didasari oleh prasangka buruk)

B. Pengaruh kesehatan mental terhadap penyesuaian diri

Menurut Schneiders setidaknya ada lima faktor yang dapat mepengaruhi proses penyesuaian diri (khusus remaja) adalah sebagai berikut:
a. Kondisi fisik
Seringkali kondisi fisik berpengaruh kuat terhadap proses penyesuaian diri remaja.

Aspek-aspek yang berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri remaja adalah sebagai berikut:

  • Hereditas dan kondisi fisik, Dalam mengidentifikasi pengaruh hereditas terhadap penyesuaian diri, lebih digunakan pendekatan fisik karena hereditas dipandang lebih dekat dan tak terpisahkan dari mekanisme fisik. Dari sini berkembang prinsip umum bahwa semakin dekat kapasitas pribadi, sifat atau kecenderungan berkaiatan dengan konstitusi fisik maka akan semakin besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri. Bahkan dalam hal tertentu, kecenderungan kearah malasuai (maladjusment) diturunkan secara genetis khusus nya melalui media temperamen. Temperamen merupakan komponen utama karena dari temparamen itu muncul karakteristik yang paling dasar dari kepribadian, khususnya dalam memandang hubungan emosi dengan penyesuaian diri.
  • Sistem utama tubuh, Termasuk ke dalam sistem utama tubuh yang memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri adalah sistem syaraf, kelenjar dan otot. Sistem syaraf yang berkembang dengan normal dan sehat merupakan syarat mutlak bagi fungsi-fungsi psikologis agar dapat berfungsi secara maksimal yang akhirnya berpengaruh secara baik pula kepada penyesuaian diri. Dengan kata lain, fungsi yang memadai dari sistem syaraf merupakan kondisi umum yang diperlukan bagi penyesuaian diri yang baik. Sebaliknya penyimpangan didalam system syaraf akan berpengaruh terhadap kondisi mental yang penyesuaian dirinya kurang baik.
  • Kesehatan fisik, Penyesuaian diri seseorang akan lebih mudah dilakukan dan dipelihara dalam kondisi fisik yang sehat daripada yang tidak sehat. Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, kepercayaan diri, harga diri dan sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi proses penyesuian diri. Sebaliknya kondisi fisik yang tidak sehat dapat mengakibatkan perasaan rendah diri, kurang percaya diri, atau bahkan menyalahkan diri sehingga akan berpengaruh kurang baik bagi proses penyesuaian diri.

b. Kepribadian
Unsur –unsur kepribadian yang penting pengaruhinya terhadap penyesuaian diri adalah sebagai berikut:

  • Kemauan dan kemampuan untuk berubah (modifiability), Kemauan dan kemampuan untuk berubah merupakan karakteristik kepribadian yang pengaruhnya sangat menonjol terhadap proses pentyesuaian diri. Sebagai suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan, penyesuaian diri membutuhkan kecenderungan untuk berubah dalam bentuk kemauan, prilaku, sikap, dan karakteristik sejenis lainnya. Oleh sebab itu semakin kaku dan tidak ada kemauan serta kemampuan untuk merespon lingkungan, semakin besar kemungkinanya untuk mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri.
  • Pengaturan diri (self regulation), Pengaturan diri sama pentingnya dengan penyesuaian diri dan pemeliharaan stabilitas mental, kemampuan untuk mengatur diri, dan mengarahkan diri. Kemapuan mengatur diri dapat mencegah individu dari keadaan malasuai dan penyimpangan kepribadian. Kemampuan pengatauran diri dapat ,mengarahkan kepribadian normal mencapai pengendalian diri dan realisasi diri.
  • Relisasi diri (self relization), Telah dikatakan bahwa pengaturan kemampuan diri mengimplikasiakan potensi dan kemampuan kearah realisasi diri. Proses penyesuaian diri dan pencapaian hasilnya secara bertahap sangat erat kaitanya dengan perkembangan kepribadian. Jika perkembangan kepribadain berjalan normal sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, di dalamnya tersirat portensi laten dalam bentuk sikap, tanggung jawab, penghayatan nilai- nilai, penghargaan diri dan lingkungan, serta karakteristik lainnya menuju pembentukan kepribadian dewasa. Semua itu unsur-unsur penting yang mendasari relaitas diri.
  • Intelegensi, Kemampuan pengaturan diri sesungguhnya muncul tergantung pada kualitas dasar lainnya yang penting peranannya dalam pemyesuaian diri, yaitu kualitas intelegensi. Tidak sedikit, baik buruknya penyesuaian diri seseorang ditentukan oleh kapasitas intelektualnya atau intelegensinnya. Intelegensi sangat penting bagi perolehan gagasan, prinsip, dan tujuan yang memainkan peranan penting dalam proses penyesuain diri. Misalnya kualitas pemikiran seseorang dapat memungkinkan orang tersebut melakukan pemilihan dan mengambil keputusan penyesuain diri secara intelegensi dan akurat.

c. Proses belajar (Education)
Termasuk unsur-unsur penting dalam education atau pendidikan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu antara lain:

  • Belajar, Kemauan belajar merupakan unsur tepenting dalam penyesuaian diri individu karena pada umumnya respon-respon dan sifat-sifat kepribadian yang diperlukan bagi penyesuaian diri diperoleh dan menyerap kedalam diri individu melalui proses belajar. Oleh karena itu kemauan untuk belajar dan sangat penting karena proses belajar akan terjadi dan berlangsung dengan baik dan berkelanjutan manakalah individu yang bersangkutan memiliki kemauan yang kuat untuk belajar. Bersama-sama dengan kematangan, belajar akan muncul dalam bentuk kapasitas dari dalam atau disposisi terhadap respon. Oleh sebab itu, perbedaan pola-pola penyesuaian diri sejak dari yang normal sampai dengan yang malasuai, sebagain besar merupakan hasil perbuatan yang dipengaruhi oleh belajar dan kematangan.
  • Pengalaman, Ada dua jenis pengalaman yang memiliki nilai signifikan terhadap pross penyesuaian diri, yaitu (1) pengalaman yang menyehatkan (salutary experiences) dan (2) pengalaman traumatic (traumatic experinces). Pengalaman yang menyatakan adalah peristiwa-peristiwa yang dialami oleh individu dan dirasakan sebagai suatu yang mengenakkan, mengasyikakan, dan bahkan di rasa ingin mengulangnya kembali. Pengalaman seperti ini akan dijadikan dasar untuk ditansfer oleh individu ketika harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Adapun pengalaman trauma adalah peristiwa-peristiwa yang dialami oleh individu dan dirasakan sebagai sesuatu yang sangat tidak mengenakkan, menyedihkan, atau bahkan sangat menyakitkan sehingga individu tersebut sangat tidak ingin peristiwa itu terulang lagi.
  • Latihan, Latihan merupakan proses belajar yang diorientasikan kepada perolehan keterampilan atau kebiasaan. Penyesuain diri sebagai suatu proses yang kompleks yang mencakup didalamnya proses psikologis dan sosiologis maka memerlukan latihan yang sungguh-sungguh agar mencapai hasil penyesuaian diri yang baik. Tidak jarang seseorang yang sebelumnya memiliki kemampuan penyesuaian diri yang kurang baik dan kaku, tetapi melakukan latihan secara sungguh-sungguh, akhirnya lambat laun menjadi bagus dalam setiap penyesuaian diri dengan lingkungan baru.
  • Deteminasi diri, Berkaitan erat dengan penyesuaian diri adalah sesungguhnya individu itu sendiri untuk melakukan proses penyesuaian diri.

C. Pengaruh Kesehatan Mental Terhadap Perasaan

Perasaan adalah suatu keadaan kerohaniaan atau peristiwa kejiwaan yang kita alami dengan senang atau tidak senang dalam hubungannya dengan peristiwa mengenal dan bersifat subyektif.

Perasaan termasuk gejala jiwa yang dimiliki oleh semua orang, hanya corak dan tingkatannya tidak sama. Perasaan lebih erat hubungannya dengan pribadi seeorang dan berhubungan pula dengan gejala-gejala jiwa yang lain .

Adapun gejala perasaan kita tergantung pada :

a. Keadaan jasmani, misal badan kita dalam keadaan sakit, perasaan kita lebih mudah tersinggung dari pada kalau badan kita dalam keadaan sehat.

b. Pembawaan, adalah orang yang mempunyai pembawaan berperasaan halus atau sebaliknya.

c. Perasaan seseorang berkembang sejak ia mengalami sesuatu atau keadaan individu pada suatu waktu.[6]

Diantara ganggunan perasaan yang disebabkan oleh terganggunya kesehatan mental :

a. Rasa cemas ( gelisah )

Yakni perasaan tidak menentu, panik, takut tanpa mengetahui apa yang dilakukan.

b. Iri hati

Perasaan iri bukan karena kebusukan hatinya seperti yang biasa disangka orang, namun ia tidak merasakan bahagia dalam hidupnya.

c. Rasa sedih

Sesungguhnya perasaan sedih ini banyak sekali terjadi dan itu disebabkan banyak bermacam-macam masalah

d. Rasa rendah diri dan hilangnya kepercayaan kepada diri sendiri

Hal ini disebabkan oleh banyaknya problem yang mereka hadapi yang tidak mendapat penyelesaian dan pengertian dari ortu dan orang lain.

e. Pemarah

Sesungguhnya orang dalam suasana tertentu kadang-kadang perlu marah, akan tetapi kalau ia sering marah yang tidak pada tempatnya atau tidak seimbang dengan sebab yang menimbulkan marah itu, maka yang demikian ada hubungannya dengan kesehatan mental.[7]

C. Pengaruh Kesehatan Mental Terhadap Pikiran atau Kecerdasan.

Kecerdasan adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berfikir menurut tujuannya, atau kesanggupan bersikap dan berbuat cepat dengan siatuasi yang berubah, dengan keadaan diluar dirinya yang biasa maupun yang baru.

Bahwa masing-masing individu berbeda dari segi inteligensinya, karena berbeda dari segi inteligensinya maka individu satu dengan yang lain tidak sama kemampuannya dalam memecahkan sesuatu persoalan yang dihadapi.[8]

Mengenai pengaruh kesehatan mental atas pkiran, memang besar sekali. Diantara gejala yang bisa kita lihat yaitu : sering lupa, tidak bisa mengkonsentrasikan pikiran tentang sesuatu hal yang penting, kemampuan berpikira menurun, sehingga orang merasa seolah-olah ia tidak lagi cerdas, pikirannya tidak bisa digunakan dan sebagainya.[9] Diantara ciri-ciri perilaku yang secara tidak langsung telah disepakati sebagai tanda telah dimilikinya inteligensi yang tinggi.[10]

D. Penyesuaian diri

Gangguan jiwa dan penyakit jiwa adalah akibat dari tidak mampunya seseorang menghadapi kesulitan-kesulitan yang sewajarnya, atau tidak sanggup ia menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya .Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, dan cara-cara menyesuaikan diri yang dilakukan secara tidak sadar.

Faktor-faktornya antara lain:

1. Frustasi atau tekanan perasaan

Frustasi adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan, atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya tersebut.

Orang yang percaya kepada dirinya dapat mengatasi segala faktor-faktor dan situasi frustasi, bahkan frustasi ringan tidak akan terasa sama sekali, akan tetapi sebaliknya orang yang kurang percaya kepada dirinya akan sangat peka terhadap dirinya, ia akan merasa marah dan tindakan-tindakannya akan terpenuhi oleh tanggapannya terhadap situasi itu.

Tanggapan terhadap situasi itu akan berpengaruh pula terhadap lingkungan dimana ia hidup. Apabila situasi lingkunagn dapat memberikan kepuasan dan menjamin tercapainya keinginan-keinginan, maka akan timbullah kepercaan terhadap lingkungan dan akan merasa optimis serta senang kepada lingkunga tersebut. Dan apabila faktor-faktor lingkungan tesebut sering menghambat dan menekankan keinginan, maka akan berkurang kepercayaan terhhadap lingkungan dan timbullah tindakan-tindakan yang menentang terhadap lingkungan itu.

2. Konflik atau pertentangan batin.

Konflik jiwa atau pertentangan batin,adalah terdapatnya dua macam dorongan,yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain.

Konflik di bagi tiga macam,yaitu:

Pertama : pertentangan antara dua hal yang diingini

Kedua : pertentangan antara dua hal yaitu yang di ingini dan yang tidak di ingini. Konflik ini akan terjadi apabila kedua keinginan itu bertentangan antara satu dengan yang lain.

Ketiga : pertentangan antara dua hal yang tidak diingini : yaitu orang yang menghadapi situasi yang menimbulkan dua hal yang sama-sama tidak disenangi.

3. Kecemasan

Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik).

Rasa cemas itu terdapat dalam semua gangguan dan penyakit jiwa dan ada bermacam-macam pula.

Pertama: rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya yang mengancam dirinya.

Kedua: rasa cemas yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.
Ketiga: rasa cemas karena merasa berdosa atau bersalah karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani.

Bermacam-macam pendapat tentang sebab-sebab yang menimbulkan cemas itu. Ada yang mengatakan akibat tidak terpenuhinya kebutuhan sensuil, karena merasa diri kurang dan karena pengaruh pendidikan waktu kecil, sering terjadi frustasi karena tidak tercapainya yang diingini baik materiil maupun sosial. Dapat disimpulkan bahwa cemas itu timbul karena seseorang tidak mampu menyesuikan dengan dirinya pribadi dengan orang lain serta dengan lingkungan sekitarnya.

Cara yang terbaik untuk menghilangkan ketegangan batin dengan jalan menghilangkan sebab-sebabnya. Akan tetapi tidak semua orang sanggup mengatasi dengan cara tersebut, dan mencari jalan yang kurang sehat yaitu berupa usaha-usaha yang tidak disadari.

Adapun cara-cara tersebut antara lain:
1. Pembelaan

Usaha yang dilakukan untuk mencari alasan-alasan yang masuk akal bagi tindakan yang sesungguhnya tidak masuk akal dinamakan pembelaan. Pembelaan tidak dimaksudkan agar tindakan yang tidak masuk akal menjadi masuk akal, akan tetapi membelanya sehingga terlihat masuk akal.

2.Proyeksi

Proyeksi adalah menimpakan sesuatu yang terasa dalam dirinya kepada orang lain, terutama tindakan, fikiran atau dorongan-dorongan yang tidak masuk akal sehingga dapat diterima dan kelihatannya masuk akal.

3. Identifikasi

Identifikasi adalah kebalikan dari proyeksi, dimana orang turut merasakan sebagian dari tindakan atau sukses yang dicapai orang lain. Iidentifikasi hampir sama dengan meniru, hanya mengambil sifat-sifat orang lain sebagai contoh untuk diikuti.

4. Hilang hubungan (disassosiasi)

Apabila orang merasa bahwa seseorang yang dengan sengaja menyinggung perasaannya maka ia akan marah dan menghadapinya dengan balasan yang sama, dalam hal ini, perasaan, fikiran dan tindakan adalah saling berhubungan dengan harmonis. Akan tetapi keharmonisan itu akan hilang akibat pengalaman pahit yang dilalui waktu kecil.

5. Represi

Represi adalah tekanan untuk melupakan hal dan keinginan yang tidak disetujui oleh hati nuraninya. Dalam represi orang berusaha mengingkari kenyataan atau faktor-faktor yang menyebabkan ia merasa berdosa jika keadaan itu disadarinya.

6. Substitusi

Substitusi adalah cara pembelaan diri yang paling baik diantara cara-cara yang tidak disadari dalam menghadapi kesulitan. Dalam substitusi orang melakukan susuatu karena tujuan yang baik yang berbeda dari tujuan asli yang mudah diterima dan berusaha mencapai sukses dalam hal itu.

Substitusi di bagi 2 macam yaitu:

a.Sublimasi, pengungkapan dari dorongan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat dengan cara yang dapat diterima. Tujuannya adalah untuk mengurangi kegelisahan yang terasa akibat tidak terpenuhinya dorongan dan untuk melupakan perhatian dari yang tidak dapat diterima kepada yang tidak dapat diterima.

b.Kompensasi, usaha untuk mencapai sukses dalam suatu lapangan setelah gagal dalam lapangan lain.[11]

BAB III

PENUTUP

Kesehatan mental (Mental Hygine) adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan, serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan rohani. Orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dalam rohani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman dan tenteram.

Perasaan adalah suatu keadaan kerohaniaan atau peristiwa kejiwaan yang kita alami dengan senang atau tidak senang dalam hubungannya dengan peristiwa mengenal dan bersifat subyektif.

Kecerdasan adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berfikir menurut tujuannya, atau kesanggupan bersikap dan berbuat cepat dengan siatuasi yang berubah, dengan keadaan diluar dirinya yang biasa maupun yang baru.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri:

1. Frustasi atau tekanan perasaan

2.Konflik atau pertentangan batin.

3.Kecemasan

Untuk menghilangkan ketegangan batin ,tidak semua orang sanggup mengatasi dengan cara yang baik, akan tetapi mereka mencari jalan yang kurang sehat yaitu berupa usaha-usaha yang tidak disadari.

1.Pembelaan

2. Proyeksi

3.Identifikasi

4. Hilang hubungan

5.Represi

6. Substitusi

Pemakalah menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pemakalah guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir tidak lupa pemakalah mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi,Abu, Psikologi Umum, Semarang : Rineka Cipta.

Azwar,Saifudin, Psikologi Intelegensi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Daradjat,Zakiyah, Kesehatan Mental,Jakarta : Gunung Agung,1995

Daradjat,Zakiyah,Kesehatan Mental,Jakarta:CV.Masa Guna

Jalaludin,Psikologi Agama,Jakarta:Raja Gravindo Persada,2002



1 H.Jalaludin , Psikologi Agama, edisi revisi 12, (Jakarta : Raja Grafindo Persada.2009).halm.162

[2] ibid halm.163

[3] .Kartono, Kartini, Hygiene Mental ( Bandung:Mandar Maju, 2000)

[4] .Ali, M. & Asrori, M, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT.Bumi Aksara,2005)

[5] .Yusuf,S. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, ( Bandung: PT.Remaja Rosdakarya Offset,2004)

[6] Drs.H.Abu Ahmadi,Psikologi Umum,(Semarang:Rineka Cipta) halm.101-102

[7].Dr.Zakiyah Daradjat,Kesehatan Mental,(Jakarta:CV.Masa guna)halm.17

[8] .Drs.H.Abu Ahmadi,op cit, halm 90-91

[9] .Dr.Zakiyah Daradjat,op cit,halm 20-21

[10] .Drs.Saifudin,M.A,Psikologi Intelegensi,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar)halm.3

[11] .Drs.Zakiyah Daradjat,Kesehatan Mental(Jakarta:PT.Gunung Agung,1995)